Rayana: Yang Sedang Berjuang

Rayana, pagi ini sama seperti biasanya. Bangun, ibadah, berjalan, berlari, dan nanti kembali untuk merehatkan diri. Semua berjalan mengikuti irama yang seakan-akan sudah terkonfigurasi. Adakalanya juga bukan do’a yang menjadi penghantar, tapi ketakutan dan keresahan yang menyambut pagi itu datang.

Rayana, saat kita kecil kita selalu mengandai menjadi orang dewasa. Katamu, jadi orang dewasa akan sangat menyenangkan. Kita bebas melakukan semuanya tanpa ada yang melarang. Tapi, entah kenapa saat sudah dewasa aku merasa takut, kamu pun juga. Takut karena kebebasan itu sendiri.

Apakah kita sudah mengambil keputusan yang baik?

Apakah ada tangan yang akan mengulur saat kita jatuh?

Kamu pernah bercerita ingin menjadi seorang penyair seperti Jalaludin Rumi. Yang syairnya sangatlah syahdu, hingga menusuk ruang kalbu. Walau nyatanya saat ini banyak nian penyair yang lahir tanpa nama pun tak punya harta. Tapi, nyalimu sangatlah besar Rayana, kamu tak takut.

Kalau aku jadi kamu, aku cari jalan aman saja. Ikut nasihat ibu bapak, melewati jalan yang sama seperti banyak orang umumnya. Aku kagum dengan niatmu yang masih menyala itu.

Kamu memulai semua hal itu, tak cuma satu dua hari, tak jua satu dua bulan, tapi sampailah kata tahun demi tahun. Lama ku tak dengar kabarmu Rayana, hingga kupikir kau sangat menikmati pilihanmu.

Tapi, kemarin kau datang dengan wajah yang tak bisa kujelaskan. Air matamu tertahan, aromamu lusuh seperti menanggung beban yang tak bisa kau ulurkan. Tetap saja kau masih tersenyum Rayana, seakan-akan tak ada kejadian pilu yang ingin kau sampaikan.

Kau bercerita banyak hal, aku pun juga. Sudah lama aku tak pernah berbincang lama dengan dirimu. Banyak kisah yang kau bagikan kepadaku, tentang perjalananmu menjadi penyair. Hingga di ujung perbincangan itu kamu menghela napas yang sepertinya sudah lama kamu tahan.

Kamu menepuk pundakku dan berbicara lirih kepadaku, “Kita manusia kuat, ingatlah setiap rintangan yang kamu lewati kamu tidak sendiri, ada Tuhan yang selalu membersamaimu, selesaikan yang menurutmu itu mudah terlebih dahulu…”

Aku tahu Rayana, itulah pesan yang sebenarnya ingin kamu berikan kepada dirimu sendiri. Itu adalah titik klimaks dari sekian banyak cerita yang ingin kamu sampaikan kepadaku.

Surabaya, 8 Juni 2023, pukul 09.23 WIB di sebuah ruang di antara barisan guru.

Titik Nadir

Tulisan ini saya tulis sebagai pengingat untuk diri saya di masa depan. Tahun 2022 adalah tahun dimana saya kehilangan diri saya sendiri. Tahun dimana saya merasa tidak akan pernah menjadi apa-apa. Tahun dimana saya hidup hanya untuk bermalas-malasan tanpa arti.

Lanjutkan membaca “Titik Nadir”